Total Tayangan Halaman

Senin, 28 November 2011




PostSubyek: KISAH CINTA YANG MENGHARUKAN   



Seperti malam2 sebelum nya, dengan telaten wanita ini mempercantik dirinya dihadapan cermin. tapi kali ini berbeda karena karena dy mendandani paras nya, demi seorang laki2 yang dy cintai, seorang laki2 yang menjanjikan masa depan yang lebih baik.



dalam dingin malam sang wanita menunggu dengan perasa'n rindu karna memang sudah hampir 2bulan mereka tak bertemu, karena sang pria bekerja di luar kota.





dalam resah akhirnya sebuah mobil sedan hitam datang menghampiri, tidak lain itu pria yang memang sejak tadi ia tunggu, mereka larut dalam kerinduan yang luarbiasa, yang tak tergantikan oleh apapun.







tanpa mereka sadari kerinduan sekejap berubah menjadi lautan birahi, kerinduan tak dapat lagi diungkapan oleh sekedar kata, kerinduan memaksa mereka berlumur dosa, kerinduan tlah membawa mereka dalam nista, kenikmatan sesaat.



tanpa mereka sadari tenyata perbuatan mereka sedang diamati oleh warga.



warga yang geram oleh perbuatan 2 insan manusia itu pun bertindak.....


akhirna kerinduan tlah membawa lelaki ini dalam jeruji penjara, dalam ruag pengap terkubur oleh perasaan bersalah, hari2 dilalalui dengan bayang2 yang suram.
kerinduan yang seharusnya berakhir bahagia membawa mereka dalam relung duka.
9bulan pria ini menjalani hukuman nya.



setelah masa hukuman yang panjang, si lelakipun bebas, dan langsung mencari rindunya yang sempat tertunda, ternyata sang pujaan hati sudah berbadan dua, dengan penantian, sang wanita pun membesarkan kandungan nya, hasil dari kerinduan mereka,.



setelah menunggu selama 9bulan sang wanita pun mlahirkan buah hatinya, tpi lagi2 tuhan menguji kekuatan cinta mereka, sang cabang bai terlahir dalam keadaan tidak bernyawa, kepedihan kembali membalut kisah cinta 2 insan ini,.


tetapi sang pria tetap setia mendampingi pujaan hatinya, merawat dan selalu ada di samping sang wanita





hari hari mereka lalui dengan bahagia, memadu kasih dalam buayan cinta, dalam perjalanan cinta yang membuat meraka kuat menjalani apapun penghalang yang datang, kekuatan cinta tlah membawa mereka pada singgasana kebahagiaan.




Sejauh mata memandang kita tak akan mampu melihat sesuatu yang jauh disana. jangan berhenti di titik pandangan itu,kerna masih banyak hal yang indah disebalah sana. Hidup bukan cuma buat hari ini tapi berusahalah menata hidup buat selanjutnya. Apa yang terjadi hari ini adalah mimpi yang kemarin,dan apa yang terjadi besok adalah mimpi hari ini. Sebaik-baik manusia adalah yang mampu menjadikan pengalaman hidupnya sebagi pelajaran kedepan


dari cerita diatas tentunya banyak yang dapat kita ambil pesan moral apa yang terkandung???
silahkan di definisikan sendiri yah....
semoga bermanfaat........

Selasa, 22 November 2011

Satu soalan yang sering ditanya oleh ramai pembaca saya adalah “Bagaimanalah cara untuk kita dapat melupakan bekas kekasih kita?”
First of all kita harus tanya adakah dengan melupakan dia, kita akan bahagia? Tidak kecewa lagi? Truth is, he/she is not the problem. The problem is kita! Kita yang membuat keputusan untuk memilih kebahagiaan atau sebaliknya.
Sebelum I beri 10 cara melupakan your ex, Sedikit coretan dari article setahun yang lepas bertajuk, my “Ex Cinta” : :-
I selalu treasure my feelings for them. I selalu embrace my good times with them. Sometimes, I duduk sorang-sorang kat my condo balcony, I ingat balik kenangan-kenangan terindah….places that we went together…. things that we did bersama…best! It keeps me going… Tak semestinya I nak kat dia balik… tetapi, bagi I mengenangkan saat-saat manis bersama my ex’s, ia membuatkan I rasa I ni adalah orang yang sangat bertuah. I pernah melalui saat yang terhebat dalam hidup I…saat yang menggembirakan. Why must I lupakan? I love the feelings…I use to love her…
Yes, dia tinggalkan I, Yes…dia curang, dia ada balak lain, dia nak break, dia tak boleh terima I yang lower standard dari dia masa tu, and yesss… I tidak berjaya lagi di kala itu dan dia mahu kan lelaki yang lebih berjaya. Well fine!
    But to me, Thats not enough reason for me to hate or to forget my ex’s. I boleh biarkan… I boleh terima, walau pun sakit di hati. Meronta di jiwa…geram dan terkecewa, BUT I had a good times, I pernah dapat rasakan betapa mereka sayangkan I, dapat rasa cinta mereka…so to me, I will never forget my ex’s! Boleh nak lupa jika mahu…but buat apa?!
And you know what…dengan cara Bro Razzi terus menghargai saat-saat indah bersama ex’s, dan dalam masa yang sama mahu mengalaminya dengan lebih hebat lagi bersama cinta yang baru, ianya membuatkan I merasa cinta yang baru jauh lebih hebat, dan tanpa I sedari kisah-kisah cinta lalu…segala kenangan manis bersama ex girlfriend semuanya perlahan-lahan menjadi hanya tinggal kenangan…masih ingat, tetapi tanpa rasa cinta.
I guess that’s the secret of how to forget your ex’s …
    The more you think and accept the past has gone with the greatest time of all, the more you forget and redeem yourself to be better!
“As for me, I still love the old moment but my time with my real love now is beyond better, more loving and so much beautiful!”
Boleh follow cara bro Razzi ke ni hehehe… Masih berkawan dengan my ex’s TANPA memikirkan feelings, just purely friend. Tahan dan sabar tengok dia dengan cinta barunya… boleh? Kalau tak boleh jangan buatlah… nanti lagi merana. Like me, I’m strong kuat iman hahaha…
  • So for those yang nak melupakan kekasih yang berkali-kali menduakan kita, curang dan curang lagi, yang telah menghancurkan hati dan jiwa kita. For those yang nak menghindarkan dari duk teringat-ingat kat your ex’s hingga memberi kesan buruk pada kehidupan anda hari ini, ini ada beberapa cara penting untuk anda lakukan…
  • Before that, I nak cakap, “Orang yang kita benci pun SUSAH nak lupa, malah ingat selalu. Inikan pula orang yang bertahun-tahun kita cintai, sayangi dan amat kasihi, mestilah lagi susah!”
But kita boleh cuba… Okay, First sekali kita kena bersedia, READY TO LEAVE EVERYTHING BEHIND! - are you ready? If not ready, then boleh berhenti membaca sekarang hehe…
Ini untuk orang yang bersedia untuk melakukan MAJOR changes! Perubahan besar dan drastik, Ready?
  1. First sekali, Delete handphone number dia. DELETE SEKARANG! Delete semua nombor dia.
  2. Removed and block his FB account now!
  3. Stop visiting his blog, his wall, his pages, his sites, he’s depan rumah, he’s jalan, he’s lepaks place, STOP IT!
  4. Stop asking about him, ni asal jumpa kawan dia je, “Eh dia apa khabar? dah ada orang baru ke?” STOP IT!
  5. Delete email contacts dia, dan buang semua email-email lalu, ecards, atau cara berhubung dengannya.
  6. Stop calling, stop smsing, stop contacting dia …no last call, stop everything for good!
  7. Kalau boleh, buang apa-apa saja yang boleh mengingatkan dia.
  8. Delete lagu-lagu dan movie cd’s yang dia suka. Apa saja pemberiannya yang boleh you mengenangkan kisah lalu, jangan bagi balik kat dia, tetapi BUANG!
  9. Lose everything, every single thing hingga tiada cara nak trace balik lagi.
  10. Okay, yang terakhir sekali adalah MEMAAFKAN DIA. From your heart dengan tulus dan ihklas, maafkan dia… biarlah dia pernah menjahati kita, pernah curang dan menghancurkan hati kita, it’s okay itu antara dia dan Tuhan, yang penting… dengan memaafkan dia, kita sudah terlepas darinya. Selagi kita menyimpan marah dan berdendam selagi itulah kita tidak akan dapat melupakannya.
Ada berbagai-bagai cara lagi untuk melupakan bekas kekasih anda, tetapi Masalah yang anda hadapi sebenarnya,
Anda tidak boleh melupakan cinta lama ni adalah kerana anda masih dwell to the past, sengaja mengingati kisah dulu-dulu, masih duk khayal dengan cinta lama, saat indah bersama masa dolu-dolu …kalau macam tu sampai bila-bila lah you tak akan dapat melupakannya…
Gagah dan tabahkan diri anda, percaya kepada Allah yang anda akan bertemu dengan jodoh anda yang sebenar-benarnya, soon! Hari Jumaat hari ni, so mulakan dengan sembahyang hajat pohon ditunaikan hajat anda untuk memiliki jodoh yang beriman, jujur, baik dan menghormati, menghargai san sangat sayangkan anda dunia akhirat!
Really hope it helps, and I wish you all the best and good luck!

Senin, 21 November 2011

Be My Valentine

Be My Valentine

Penulis :M__nizhaR

“Tell me whom you love and
I will tell you who you are
            Will you be my valentine?”
Meti meremas secarik kertas tanpa dosa di genggamannya. Tulisan cantiknya yang mengisi ruang kecil lembaran putih itu berkerunyut kusut. Valentine! Valentine! Huh! Kapan dia akan mendapat memo cinta seperti itu dari seorang pangeran impiannya? Seperti Rosa, seperti Pupuy, Lula, atau Sarah. Mereka semua sudah punya pacar dan segudang rencana menjelang hari kemerdekaan cinta, 14 Februari itu. Bahkan, sejak minggu-minggu ini, sebelum angka-angka di kalender Januari menunjuk nilai tertinggi.
Memang, di antara lima sekawan, bukan dia sendiri yang belum punya pacar. Pupuy dan Lula masih sorangan wae dan mereka menikmati kesendirian mereka. Tapi, untuk hari Valentine nanti, mereka sudah punya pasangan untuk teman ngedate di pesta-pesta romantis milik orang-orang yang penuh cinta. Itu istilah mereka. Sementara Meti? Gadis itu melirik sosoknya di kaca etalase toko buku megah itu. Separah apa wajahnya hingga tak ada seorang pun pria berminat padanya? Untuk sehari saja sekalipun. Dada Meti menyesak.
Kotak empat persegi yang dipenuhi kartu-kartu bergambar hati dan merpati berwarna pink di depan pintu utama berjubel pengunjung. Semua hampir gadis-gadis belasan tahun. Meti berjalan menghindar.
“Nah, lho, ketangkap sekarang!”
Jantung Meti berdebam-debam seketika. Menghentak-hentak dadanya. Wajahnya memucat tanpa setetes darah mengisi pembuluh di muka bulatnya itu. Dua gadis semampai berseragam abu-abu putih berdiri di hadapannya. Terkikik dengan tawa khas mereka. Rosa dan Pupuy.
“Mau cari kartu, ya? Bocoran buat bikin janji, ya? Sama siapa? Ronnie?” selidik Pupuy antusias. Cengirannya melatari semua pertanyaan interogasinya itu.
”Wah, iya, pasti Ronnie, nih! Dengar-dengar dia belum ada gandengannya, tuh! Ayo, dong, Met, nanti keduluan orang tahu rasa, lo!” Rosa mengompori.
”Apaan, sih!” tidak tahu kenapa, tapi akhir-akhir ini tensi Meti memang cepat sekali melonjak. Meggelegak berbusa-busa. Persis air mendidih bersuhu seratus derajat celsius yang bisa mematikan kuman-kuman. Terlebih jika itu menyangkut Ronnie.
”Marah, nih, ye! Ingat, lho, valentine gak ada istilah ngomel, musti sayang-sayangan. Termasuk sama temen. Tul, kan, Puy?” Rosa tersenyum dikulum. Sebelah matanya berkedip nakal.
”Valentine apaan, aku nggak ngenal, tuh, budaya barat jelek kayak gitu. Nggak ada manfaatnya lagi,” cetus Meti ketus.
”Siapa bilang jelek? Asyik lagi! Kita bisa bebas mengungkapkan rasa sayang kita pada semua orang tanpa rasa malu atau bersalah. Hari itu, kan hari kasih sayang. Kasih coklat, kasih bunga, pokoknya ungkapan cinta dan nggak ada orang yang berhak melarang,” Rosa bereaksi cepat. Pupuy terkikik di belakangnya. Dua macan di gank mereka sudah siap bertarung. Salah satu harus dilarikan sebelum seisi hutan kocar-kacir dibuatnya.
”Budaya seperti itu, kan, tidak Islami,” sergah Meti.
”Memangnya dalam Islam nggak ada cinta dan kasih sayang, ya?!”
”Nggak. Yang dikatakan dengan coklat bergelatin lemak babi, mawar merah, dan pesta–pesta gala murahan tidak ada!”
”Stop! Sudah, sudah, jangan berkelahi di sini. Kasih sayangnya hilang lagi nanti. Yuk, Ros, kita duluan. Darah tinggi Meti lagi kumat, tuh! Mengalah sajalah, setidaknya untuk hari ini sampai Valentine nanti,”Pupuy menggamit pinggang Rosa. Menariknya meninggalkan Meti yang masih menyimpan kedongkolan di hatinya.
Sorry, Met!” Pupuy masih menyempatkan menghadiahkan ciuman sekilas di pipi Meti, menimpa sebagian batas kerudung di wajahnya. ”Kita duluan, nih, nggak apa-apa, kan?”
Pupuy yang bijak. Batin Meti. Wasit yang baik dalam komunitas lima makhluk terunik di bumi ini. Tanpanya, tidak akan mungkin mereka utuh sampai hari ini. Pertengkaran demi pertengkaran kerap membayangi persahabatan mereka, terutama karena darah panas Meti yang gampang terpancing. Pupuy yang selalu menengahi. Membawa kesejukan. Membawa perekat untuk mereka berlima.
Dan Rosa, dia yang paling tomboi. Hampir tak ada nilai keperempuanan pada diri anak itu. Tapi anehnya, masih juga ada makhluk bernama cowok yang tertarik pada rambut cepak dan raut keras wajahnya. Meti mendesah. Dia feminin, setidaknya itu yang dia rasa. Berjilbab lagi! Banyak cowok suka perempuan berjilbab. Lebih anggun, lebih beraura, lebih kelihatan suci. Ho … ho … meski itu seharusnya milik mbak-mbak yang jilbabnya menyapu dada dan punggungnya. Meti, sih, ditiup angin saja, ujung jilbabnya berlarian. Membuka sekilas kuduknya yang bersih tak tersentuh matahari. Tapi apapun, Meti tetap berkerudung. Dengan baju full pressed body dan celana cordoray sekalipun. Atau jangan-jangan selembar kain di kepalanya itu yang membentenginya dari tangan laki-laki. Tidak ada yang mau dengannya? Tidak laku? Hiii ….
Membayangkan semua itu Meti bergidik sendiri. Benarkah? Bisa saja Ronnie tidak suka dengan perempuan berkerudung. Lebih suka gadis-gadis yang berambut indah terurai seperti bintang iklan sampo di televisi. Lho, kok, Ronnie? Meti menangkap kembali hatinya yang mulai melangkah pergi lagi. Ya, kenapa Ronnie?
Entahlah, namun bulan-bulan terakhir jantung Meti selalu berdegup sepuluh kali lebih kencang jika mengingat makhluk yang satu itu. Apa lagi mendengar namanya di sebut. Apa lagi bersirobok dengannya. Seperti udang yang dicelupkan ke air mendidih, pasti. Merah padam. Tanda-tanda apa? Benarkah dia naksir Ronnie, seperti kata sebuah majalah remaja yang kerap dia baca? Suka curi pandang, suka ngomongin, gampang panas dingin, corat-coret namanya di mana-mana, ngelamunin, salah omong, juga jadi manusia paling majnun di dunia. Duhai ….
”Cinta itu fitrah manusia, namun kita harus bisa menempatkannya pada suatu keadaan yang dilegalkan Allah. Islam telah mengatur semua itu. Memberinya kemudahan dengan pernikahan …” Tidak sama persis kalimatnya, namun Meti ingat, pernah membacanya di sebuah situs Islam lokal. Menikah? Tidak boleh pacaran sebelumnya? Nggak ku … ku …!
Gedubrak!
Meti mengelus jidatnya. Senyum sipunya mengembang. Lebih mirip meringis sebenarnya. Etalase buku ditabraknya dengan sukses.
”Nggak apa-apa, Mbak?” seorang gadis pramuniaga menghampirinya.
”Oh, ehm, nggak!” Meti tergagap. Tangannya masih memegangi jidatnya. Lumayan sekali.
”Nggak sakit?”
Meti menggeleng, ”Maaf, ya, saya benar-benar nggak sengaja.”
Dengan malu-malu, diiringi tatapan beberapa pengunjung, Meti berlalu. Menghampiri eskalator dan menaikinya hingga lantai dua.
***
”Satu kelompok dengan Ronnie?” batin Meti sambil memandangi selembar kertas berisi daftar nama kelompok-kelompok praktikum biologi minggu depan.
”Nah, tertangkap!” Rosa menepuk dua bahu Meti sekeras-kerasnya. Matanya segera bergabung pada lembaran kertas di tangan Meti.
”Satu kelompok dengan Ronnie, ck, ck, boleh juga!” decaknya ketika menemukan nama Ronnie terpampang sebagai ketua kelompok Meti. ”Hoi, girls, Meti gabung dengan Ronnie!” teriaknya sadis kepada teman-teman lain.
Ronnie yang tengah menulis di bangkunya mendongak. Meti memerah. Sedetik kemudian memutih kapas. Lesu. Jantungnya kumat lagi. Terlebih melihat Ronnie ada disitu.
”Jadi valentinan?” tanya Lula yang memang sedikit gagap daya tangkapnya.
”Iya,” angguk Rosa tanpa memedulikan keadaan Meti yang nyaris pingsan.
Meti tiba-tiba menemukan satu mata pedang menusuk hatinya. Kilat mata milik Ranti yang duduk di deretan paling depan. Satu-satunya gadis berjilbab lebar di kelasnya. Yang paling getol mengajaknya ngaji setiap Jumat siang di musala sekolah. Dia ibarat malaikat yang selalu mengawasi gerak-gerik Meti. Menegurnya tanpa segan-segan. Dan Meti tidak suka itu. Sok tahu.
Dengan sedikit menata hatinya, Meti pergi menjauh. Ini jalan yang terbaik sebelum pertengkaran terjadi. Di depan malaikat Ranti dan di depan si Romeo Ronnie, Meti tak mau merusak imejnya. Jaim sedikit untuk kemaslahatan yang lebih banyak.
Di sudut sekolah, Meti meluruskan punggungnya. Memeluk kedua lututnya. Ronnie bahkan tak bereaksi tadi. Sebegitu parahkah aku? Keluhnya. Tanggal empat belas sudah di depan mata. Anak-anak gaul kelasnya sudah ribut. Dan apakah Meti akan merana sendirian di kamarnya, pada hari penuh makna itu? Meti menatap bayangannya yang jatuh di antara kerikil-kerikil putih yang tertata rapi di hadapannya. Selembar daun flamboyan kering terbang bebas di udara dicerabut angin dari tangkainya. Merana. Meti mendesah.
***
”Legenda lain bercerita tentang seorang pendeta Katholik dari abad III bernama Valentinus yang dijebloskan ke penjara dan dihukum mati oleh Kaisar Claudius karena ingin menyebarkan agamanya. Selama di penjara, Valentinus tetap memegang teguh imannya dan diceritakan bersahabat dengan putri sipir penjara. Ketika akhirnya Kaisar menghukum mati Valentinus pada 14 Februari 269, ia menulis surat bertuliskan from your valentine kepada anak sipir penjara sebagai tanda mata terakhir.
Seiring dengan berjalannya waktu, cerita tentang Valentine ini berkembang dalam berbagai versi. Namun orang biasanya lebih memfokuskan pada kisah romantis di belakangnya. Ada yang mengatakan bahwa Valentine sesungguhnya jatuh cinta pada anak sipir penjara itu, dan surat yang diberikannya sebagai tanda mata terakhir merupakan awal dari tradisi menulis surat cinta di antara pasangan kekasih …”
Meti menggarisbawahi kata-kata seorang pendeta Katholik pada artikel sebuah majalah remaja di tangannya. Bibirnya mengerucut. Shiba, boneka beruang birunya, dihempaskan begitu saja ke lantai.
Meti tahu cerita itu dari dahulu. Hafal di luar kepala bahkan. Versi Romawi, Prancis, Inggris, Wales, Itali, Jerman, Amerika Utara, bahkan sampai cerita gadis penenun di Cina. Dia juga tahu, itu bukan tradisi Islam. Tapi jika cinta menghampiri, siapa yang kuasa mengelaknya? Semua temannya mengharap valentine tiba. Mengungkapkan rasa cintanya pada pujaan mereka. Bahkan lebih luas lagi.
”Nggak harus kekasih, pada bonyok, adik, kakak, saudara, bahkan si bibi atau mamang sopir bisa saja diungkapkan. Pokoknya hari itu harus full senyum, deh!” kata Pupuy dengan bijaknya.
Meti tersenyum. Dia sudah membacanya di majalah remaja khusus cewek edisi valentine yang terbit minggu ini. Semua yang berbau perayaan pink itu dikupas habis. Tips mau kencan, kado-kado istimewa, baju-baju yang cocok, wah, komplet.
”Met, ada telepon, tuh!” panggil Mamah dari ruang tengah. Telepon? Sepertinya tadi dia tidak mendengar deringnya. Meti kian pusing. Mengapa jadi begini? Dia melihat sekilas kalender di atas rak bukunya. Tanggal sebelas Februari.
”Makasih, Mah!” seru Meti sambil mengangkat gagang telepon.
”Ranti,” jelas Mamah tanpa ditanya.
Meti berubah. Mengganti nada bicara yang sudah di ujung lidahnya. Tadi, dia sangat berharap, semoga saja yang meneleponnya … Ronnie!
”Meti, bisa bantu kami nggak, buat ngurusin diskusi khusus bulan ini? Kebetulan kami lagi kekurangan orang di kepanitiaan, nih!” kata Ranti setelah berucap salam.
”Kapan?”
”Tanggal empat belas, dari asar sampai ba’da magrib.”
Tanggal empat belas? Pesta Valentinan gengnya.
”Bisa, ya? Soalnya kami benar-benar butuh orang. Diskusi kali ini rada spesial, pembicaranya saja Ustad Zakaria yang ngetop itu,” pinta Ranti penuh harap.
Meti menggaruk kepalanya. ”Aku nggak yakin, sih, tapi nanti aku usahain!”
Malas, Meti menutup teleponnya. Ke musala atau gabung dengan teman-temannya, ya? Kalau gabung dengan Pupuy cs bisa-bisa dia dicengin habis, jika hadir tanpa pasangan. Biarpun mereka membolehkan datang dengan saudara, tapi malu, dong, sementara mereka semua dengan pangeran masing-masing. Jangan-jangan dikira nggak laku!
***
Ini hari termemuakkan bagi Meti, sebenarnya. Hari-hari yang panjang telah dia lewati dengan penuh kecemasan dan kebimbangan. Ronnie tidak pernah bercakap dengannya kecuali saat praktikum biologi di lab. Sedikitpun tak ada harapan baginya. Segalanya terasa gelap.
Ah! Meti nyaris tak percaya melihat daftar surat yang ada di inbox-nya. Ya, internet obat stres paling mujarab untuk Meti. Dia bisa bermain ke mana saja dia suka.
Ronnie Alam Bhuana. Meti mengucek matanya. Nggak salah? Segera dibukanya surat berisi bom waktu yang siap meledakkan dadanya itu.
Singkat. Pendek saja isinya.
Tell me whom you love and
I will tell you who you are
Will you be my valentine?
Ronnie
Napas Meti memburu. Tidak salahkan penglihatannya? Pangerannya telah datang di saat-saat kritis hampir menjelang. Sesaat jemarinya bergetar. Lupa untuk me-replay surat bersejarah ini. Angannya bermain-main di atas langit-langit kamar. Baju apa yang akan dia kenakan? Memakai lipstikkah? Parfum apa yang cocok? Semuanya berputar dalam kerut merut otaknya. Dan mestikah dia mengenakan jilbabnya? Angan Meti terbanting membentur dinding. Ya, bagaimana dengan jilbabnya?
***
Meti berputar sekali lagi di depan cermin. Kulot merah tua, gamis selutut warna pink yang manis dihias renda-renda di ujung lengan dan ujung bawah, juga jilbab mungil warna senada yang dipasang gaya. Bibirnya disapu usapan tipis lipstik merah muda. Meti tampak berbeda. Dia tersenyum. Baru dia sadari kini, sebenarnya dia memiliki sisi kecantikan yang selama ini tersembunyi.
”Duh, yang mau valentinan …!” ledek Mamah ketika Meti keluar dari pintu kamar. Gadis itu tersipu, ”Jangan sampai malam, ya, Met.”
”Oke, deh!” sahut Meti mantap.
Dia menatap jam yang terpasang di dinding. Hampir setengah empat. Ronnie berjanji menjemputnya tepat setengah empat.
”Tuh, kan, Met, meski pakai jilbab kamu tetap bisa tampil gaya dan mengikuti tren,” cetus Mamah yang menjajari Meti. Dulu Mamahlah yang mendorong Meti untuk berjilbab. Katanya, nenek ingin cucu perempuan satu-satunya berkerudung setelah akil baligh. Maklum, kakek dan nenek kan, Haji! Mamah sendiri kalau pergi biasanya berkerudung. Kerudung gaya.
Hampir jam empat. Meti mulai gelisah. Masa, sih, kencan pertama telat. Nggak punya sopan santun.
Telepon berdering. Meti nyaris melompat menyambar gagang telepon warna hitam itu.
”Apa?!” dia nyaris tak percaya.
Wajahnya berubah.
“Baik, nggak apa-apa, kok. Bye!” Meti menutup telepon.
Mamah yang memperhatikan semua itu menatapnya heran.
Meti melangkah gontai ke kamarnya.
”Ada apa, Met?” kejar Mamah.
”Pestanya batal,” sahut Meti ketus.
”Lho?!”
”Ronnie lupa kalau hari ini dia punya acara dengan keluarganya.”
”Kok gitu?”
”Udah, ah, Mah. Meti mau tidur aja,” Meti merajuk. Hatinya hancur berkeping-keping. Yah, ternyata dia memang tidak berharga. Nggak ada orang yang cinta sama dia. Karena dia buruk rupa, karena dia berat badannya empat kilo lebih banyak dari bobot idealnya. Meti memperkuat bendungan air di matanya. Dia tidak mau menangis di depan Mamah.
Meti meremas-remas Shiba hingga bulu-bulunya berantakan. Tak peduli baru di-laundry dua hari lalu. Air matanya berlelehan membasahi pipinya yang tersapu bedak. Bayang daun-daun palem di luar jendela melindunginya dari sinar hangat matahari sore.
Menit demi menit berlalu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Diliriknya weker di atas meja sekilas. Tergesa, disambarnya tas di sampingnya. Setengah berlari dia melintasi ruang tengah.
”Mau ke mana, Met?” tanya Mamah yang tengah membaca di sofa.
Meti tidak melihatnya, ”Valentinan!” sahutnya.
”Katanya tadi?” Mamah mengernyitkan keningnya.
”Di musala sekolah ada diskusi tentang valentine, Mah,” jelas Meti,”Daripada di rumah, bete.”
Mungkin diskusi telah dimulai, tapi terlambat sedikit tidak apa-apa daripada tidak sama sekali. Meti membuka pintu taksi dengan hati lapang. Ke mana dia selama ini, ya Allah? Meti tahu, belum sepantasnya dia mencintai manusia sebelum dia mampu mencintai Allah dengan seluruh jiwanya. Dia bersyukur Ronnie tak datang. Setidaknya dia masih diingatkan setelah selama ini terbuai dengan kehidupan yang ditawarkan sahabat-sahabatnya.
Lampu merah menghadang laju taksi yang ditumpangi Meti. Jalanan sore tak pernah sepi dari macet. Tiba-tiba Meti tersenyum. Hidup itu seperti jalan raya, harus taat peraturan jika ingin selamat. Coba saja jika lampu merah diterobos, bisa hancur tubuhnya diserbu ratusan mobil yang tengah melintas juga.
Dia ingat Pupuy, Rosa, Lula, yang harus dia tinggalkan. Ya, harus. Namun, suatu saat Meti berjanji akan kembali. Karena, dia mencintai mereka dan dia ingin berbagi dengan mereka tentang makna sebuah cinta yang lebih berharga dari sebatang coklat. Cinta pada Allah. Pada-Nya kita takkan kecewa.
***

cerita cinta

pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.
Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.
Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.
Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.
Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.
Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.
”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.
”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.
Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.
Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.
Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.
”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.
Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.
Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.
Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.
”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.
Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?
Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?
Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.
Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.
Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.
Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *